Menurut Cointelegraph, kepala ilmuwan kecerdasan buatan (AI) Meta, Yann LeCun, dilaporkan telah menepis kekhawatiran atas risiko eksistensial AI sebagai hal yang prematur dalam sebuah wawancara Financial Times. LeCun berpendapat bahwa regulasi teknologi AI yang terlalu dini akan memperkuat dominasi perusahaan-perusahaan teknologi besar dan menghambat persaingan. Dia percaya bahwa regulator menggunakan keamanan AI sebagai kedok untuk apa yang dia sebut sebagai 'penangkapan regulasi'. Sejak booming AI lepas landas setelah rilis chatbot OpenAI ChatGPT-4 pada November 2022, berbagai pemikir industri telah memperingatkan potensi ancaman terhadap umat manusia yang ditimbulkan oleh AI. Geoffrey Hinton, yang dikenal sebagai 'godfather of AI', meninggalkan posisinya di bidang pembelajaran mesin di Google untuk membahas bahaya AI. Dan Hendrycks, Direktur Pusat Keamanan AI, men-tweet pada bulan Mei bahwa mitigasi risiko kepunahan akibat AI harus menjadi prioritas global, setara dengan risiko skala masyarakat lainnya seperti pandemi dan perang nuklir, tetapi LeCun menepis anggapan bahwa AI dapat menyebabkan kematian umat manusia sebagai sesuatu yang "tidak masuk akal". Dia berpendapat bahwa perdebatan tentang risiko eksistensial masih sangat prematur hingga sebuah sistem dapat menyaingi kucing dalam hal kemampuan belajar, yang saat ini belum ada. LeCun juga mengklaim bahwa model AI saat ini tidak semampu seperti yang dikatakan oleh beberapa orang, dengan menyatakan bahwa mereka tidak memahami bagaimana dunia bekerja dan tidak dapat 'merencanakan' atau 'bernalar'. LeCun berharap bahwa AI pada akhirnya akan membantu mengatur kehidupan kita sehari-hari, dengan interaksi semua orang dengan dunia digital yang dimediasi oleh sistem AI. Terlepas dari optimismenya, kekhawatiran seputar kekuatan teknologi AI tetap menjadi perhatian banyak orang. Penasihat gugus tugas AI di Inggris telah memperingatkan bahwa AI dapat mengancam umat manusia dalam waktu dua tahun.