Europol, Badan Kerjasama Penegakan Hukum Uni Eropa, baru-baru ini merilis Penilaian Ancaman Kejahatan Keuangan dan Ekonomi Eropa untuk tahun 2023, yang menyoroti peningkatan tantangan yang ditimbulkan oleh kejahatan keuangan dan ekonomi di Uni Eropa. Meskipun laporan tersebut mengakui keunggulan teknologi blockchain dalam hal kemandirian dan keamanan, laporan ini juga mengkritik keras sektor keuangan terdesentralisasi (DeFi) karena keterlibatannya dalam kegiatan kriminal. Dalam lanskap keuangan dan ekonomi yang berkembang pesat ini, Europol menekankan pentingnya kolaborasi, berbagi informasi, dan kemitraan publik-swasta untuk secara efektif memerangi kegiatan kriminal ini.
Revolusi fintech, yang ditandai dengan integrasi teknologi ke dalam layanan keuangan, telah membawa peluang dan risiko. Penjahat dengan cepat mengeksploitasi inovasi ini, terutama dalam perbankan digital dan lembaga keuangan non-bank. Keuangan terdesentralisasi (DeFi), yang dibangun di atas teknologi blockchain, menawarkan kemandirian dan keamanan yang lebih besar. Namun, ketiadaan regulasi dalam bidang ini menciptakan peluang untuk kejahatan ekonomi, karena para penjahat menggunakan platform DeFi untuk menyimpan aset ilegal. Selain itu, mata uang kripto yang sangat fluktuatif menjadi sasaran skema penipuan dan pencucian uang.
Token non-fungible (NFT) telah mendapatkan popularitas yang luar biasa, tetapi juga menarik perhatian para penipu karena kemampuan perdagangan instan mereka. NFT menghadirkan risiko pencucian uang yang signifikan karena fitur perdagangan lintas negara. Munculnya metaverse, ruang digital untuk berbagai aktivitas, telah diadopsi oleh sektor keuangan, tetapi juga telah terjadi kasus penipuan dan pencurian, yang mengindikasikan adanya tren potensial untuk kejahatan terorganisir di lingkungan virtual ini.
Dalam kasus terbaru pada Januari 2023, otoritas penegak hukum membongkar Bitzlato, sebuah platform kripto yang dicurigai melakukan pencucian dana ilegal yang terkait dengan entitas Rusia di bawah sanksi Uni Eropa. Platform ini memungkinkan konversi cepat berbagai mata uang kripto ke dalam rubel Rusia, yang melibatkan aset senilai sekitar EUR 2,1 miliar, yang sebagian besar di antaranya terkait dengan kegiatan kriminal.
Laporan Europol menyoroti peran kejahatan terorganisir dalam mendorong aktivitas keuangan ilegal, dengan hampir 70 persen jaringan kriminal Eropa menggunakan teknik pencucian uang, dan 60 persen mengandalkan korupsi. Selain itu, lebih dari 80 persen dari jaringan ini menggunakan bisnis legal sebagai bagian dari skema mereka. Perubahan geopolitik memberikan peluang baru untuk aktivitas kriminal, termasuk metode penghindaran sanksi Uni Eropa yang melibatkan penyembunyian kepemilikan yang menguntungkan, dokumen palsu, perantara, dan transaksi yang disalurkan melalui negara ketiga.
Pemulihan aset dianggap sebagai senjata penting untuk melawan kejahatan terorganisir, tetapi laporan tersebut menunjukkan bahwa kurang dari dua persen dari hasil kejahatan tahunan di Uni Eropa saat ini dipulihkan oleh pihak berwenang Eropa.
Penjahat mengeksploitasi kemajuan digital untuk memungkinkan aktivitas mereka, termasuk perbankan virtual, beli sekarang bayar nanti (BNPL), keuangan terdesentralisasi (DeFi), platform perpesanan terenkripsi, dan pasar web gelap. Layanan-layanan ini menawarkan keuntungan seperti kecepatan dan anonimitas, tetapi sering kali tidak memiliki perlindungan yang kuat terhadap kejahatan keuangan.
Aset digital, termasuk mata uang kripto, semakin banyak digunakan untuk memfasilitasi kejahatan terorganisir dan keuangan. Misalnya, dalam kasus tahun 2023, pihak berwenang mengaitkan sekitar 46 persen (sekitar EUR 1 miliar) aset yang dipertukarkan dengan aktivitas kriminal. Daya tarik aset virtual terletak pada anonimitas semu dan sifatnya yang bergerak cepat, sehingga menyulitkan pihak berwenang untuk melacak atau membekukannya.
Europol mengidentifikasi beberapa tipologi pencucian uang utama di dunia kripto, termasuk penggunaan pertukaran kripto, ATM kripto, dan pencucian uang berbasis perdagangan melalui NFT.